Judul: Apresiasi dan Proses Kreatif Menulis Puisi
Penulis: Soni Farid Maulana
Pengantar: Maman S Mahayana
Penerbit: Nuansa Cendekia, Juni 2012
Tebal: 198 Hlm
ISBN: 978-602-8394-94-9
Harga: Rp 38.000
Beberapa Petikan Isi Buku:
DORONGAN
hati menulis puisi, muncul dalam diri seorang penyair tidak datang
begitu saja dari dunia tak dikenal, akan tetapi datang dari sebuah
pengalaman, yang dihayatinya secara total. Pengalaman yang dimaksud ada
kalanya disebut sebagai pengalaman puitik, yang sumbernya bisa berasal
dari pengalaman fisik maupun dari pengalaman metafisik dalam pengertian
yang seluas-luasnya.
Dalam mengungkap pengalamannya itu,
seorang penyair bisa mengungkap hubungan dirinya dengan Tuhan, dengan
sesama manusia, maupun dengan alam yang mengitarinya. Ketika pengalaman
tersebut hendak diekspresikan dalam bentuk tulisan, maka hati dan
pikiran seorang penyair dengan segera memilih sejumlah kosa kata dari
sebuah bahasa yang dikuasainya dengan baik. Bahasa yang dimaksud adalah
bahasa yang selama ini digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan
sesamanya. Entah itu bahasa Sunda, Indonesia, Inggris, Jerman,
Perancis, Cina, Arab, dan bahasa-bahasa lainnya yang tumbuh dan
berkembang di muka bumi.
Dalam mengekspresikan pengalaman
batinnya itu ke dalam bentuk tulisan, tentu saja seorang penyair
membutuhkan imajinasi, simbol, dan metafor sebagai kendaraan utamanya.
Dan apa yang disebut dengan imajinasi sebagaimana dikatakan Yasraf Amir
Piliang adalah mekanisme psikis dalam melihat, melukiskan, membayangkan,
atau memvisualkan sesuatu di dalam struktur kesadaran, yang menghasilan
sebuah citra (image) pada otak.
Kemampuan dalam
membayangkan dan memvisualkan sesuatu itulah yang ditulis oleh seorang
penyair dalam sebuah puisi, yang bahan dasarnya dikreasi dari sebuah
pengalaman puitik yang dihayatinya secara total. Almarhum Rendra
menyebutnya sebagai pengalaman batin yang telah dihancur leburkan
terlebih dahulu, untuk kemudian dibentuk kembali menjadi dunia baru,
dunia yang sama sekali beda dengan kenyataan hidup sehari-hari. Semua
itu divisualkan lewat kata-kata yang telah dipilih oleh sang penyair
secara sungguh-sungguh dalam sebuah puisi yang ditulisnya.....(Puisi, Dorongan Hati, dan Realitas Maya, halaman 21-22)
DALAM
kehidupan manusia dewasa ini, bahasa tidak hanya berfungsi sebagai alat
komunikasi, tetapi juga sebagai alat untuk mentransformasikan pikiran,
gagasan, maupun perasaan-perasan estetik dalam sebuah teks, baik berupa
karya sastra, esai, maupun teks lainnya, yang di dalamnya mengandung
citra, majas, metafor, dan simbol. Adapun yang disebut teks dalam kaitan
tersebut merupakan teks yang bertalian maknanya, dalam hal ini teks
puisi.
Dalam konteks tersebut, jelas sudah, bahwa
imajinasi mempunyai peran yang cukup penting dalam merealisasikan
gagasan, ide, maupun perasaan estetik yang ditulis dalam karya sastra
maupun teks-teks lainnya dengan tujuan agar si pembaca (penerima pesan)
bisa memahami, menangkap dengan cepat akan isi pikiran, gagasan, maupun
perasaan-perasaan estetik yang dipancarkan oleh teks yang tengah
dibacanya itu dengan penuh gairah. Berkaitan dengan itu, secara umum
yang disebut dengan imajinasi adalah daya untuk membentuk gambaran atau
konsep mental yang secara langsung atau tidak langsung didapatkan dari
sensansi pengindaraan, yang semua itu terekam dengan jelas dalam otak.
Sekali
lagi, dengan tegas tadi disebutkan bahwa yang disebut dengan imajinasi
adalah daya untuk membentuk gambaran. Lantas apa itu gambaran? Yang
dimaksud dengan gambaran dalam tulisan ini adalah sesuatu yang tengah
terjadi dan dibayangkan bentuknya dalam kepala untuk kemudian
dikonkretkan dan divisualkan dengan media kata-kata. Salah satu sarana
untuk memvisualkan apa yang tengah kita bayangkan itu, antara lain lewat
bahasa figuratif.
Daya membentuk gambaran itulah pokok
soal dalam imajinasi. Oleh karena itu proses mengimajinasikan sesuatu
selalu merupakan proses membentuk gambaran tertentu, dan itu terjadi
secara mental, yang didalamnya melibatkan persoalan-persoalan psikologis
agar si pengirim dan penerima imajinasi bisa sejajar dalam gelombang
yang sama sehingga transformasi ide, gagasan, perasaan-perasaan estetik
bisa terkomunikasikan dengan baik.
Di dalam puisi, apa
yang disebut dengan gaya bahasa, ungkapan, atau ungkara dalam bahasa
Sunda, sering juga disebut semantik, yang posisinya ditulis dalam sebuah
sintaksis, yang merujuk pada sebuah makna kata, bagian kalimat, atau
pada kalimat itu sendiri. Secara umum semua itu disebut majas. Dan apa
yang disebut majas, sebagaimana dikatakan Jan van Luxemburg, Mieke Bal,
dan Willem G. Weststeijn, secara garis besar dibagi dalam tiga bagian,
yakni majas pertentangan, majas identitas atau majas analogi (bahasa
figuratif), dan majas kedekatan.,.(Kerja Majas Dalam Puisidan Iklan, Halaman 43-44)
Dalam
percakapannya dengan penulis di rumah Herry Dim pada tahun 2006 lalu,
Rendra mengatakan puisi Pertemuan Malam lahir ketika ia dalam keadaan
sakit, yang antara sadar dan tidak sadar, dirinya melayang ke sebuah
alam, yang disebutnya sebuah hutan. Di sana ia bertemu dengan
orang-orang yang dicintainya, sebagaimana diungkap di atas. Pengalaman
itu, kental dengan persoalan spiritual, dimana cinta tidak musnah
disebabkan oleh kematian, meski yang satu hidup di alam yang ini dan
yang lainnya hidup di alam sana.
“Puisi adalah penghayatan
dari pengalaman. Karena itu, ia tidak bisa ditulis berdasar pada
khayalan semata-mata seakan-akan kita mengalami peristiwa itu. Secara
esensial lewat puisi tersebut saya ingin mengungkapkan pengalaman
spiritual saya, bahwa kebutuhan manusia akan cinta nyata adanya. Cinta
yang hakiki, yang bisa membuat manusia bahagia adalah cinta karena
Allah, yang Insya Allah atas semua itu, Allah SWT akan membalasNya
dengan rahmat dan karuniaNya yang melimpah ke dalam hati manusia, yang
mencintai sesamanya dengan tulis ikhlas, karena Allah,” ujar Rendra. Ia
tidak hanya dikenal sebagai penyair, tetapi juga sebagai teaterawan
terkemuka di negeri ini, dengan sejumlah naskah drama yang ditulisnya.
Puisi tersebut secara lengkap kita baca di bawah ini:... (Rendra, "Puisi Lahir dari Pengalaman yang Dihayati, Halaman 67-68)
Buku
ini terdapat 14 esai yang isinya fokus pada apresiasi karya puisi
para penyair ternama. Di antara karya penyair tersebut adalah. Amir
Hamzah, Chairil Anwar, Ws Rendra, Remy Sylado, Wing Kardjo, Saiki KM,
Arifin C Noor, Acep Zamzam Noor, Oka Rusmini, Sinta Ridwan, Dorothea
Rosa Herliany dan masih banyak lagi.
Sebagai seorang
penyair dan wartawan, Soni Farid Maulana memiliki pandangan yang luas
disertai kemampuan menulis esai yang berpijak kaidah jurnalistik.
Setiap esai mengupas karya para penyair secara simple namun akurat.
Simpel artinya berdasarkan pemilihan objek-objek karya yang layak
diapresiasi dengan mengedepankan akurasi penilaian. Itulah mengapa
buku ini sangat cocok untuk kelompok pembaca seperti sastrawan
pemula, pelajar, mahasiswa, serta guru-guru bahasa dan sastra
Indonesia.
Melalui buku ini, pembaca, selain diajarkan
untuk menilai karya puisi, juga memiliki nilai manfaat praktis
sebagai panduan berkarya. Soni memberikan panduan yang tepat untuk
pembaca untuk sebuah proses kreatif menulis puisi. Sebuah buku yang
memperkaya khasanah kesusastraan nasional dan karena ini sangat baik
dijadikan modul pembelajaran ruang sekolah.(Penerbit Buku Nuansa Cendekia)***
Bagi
yang berminat membeli buku ini bisa inbox (facebook) Rak Buku Soni atau langsung
menghubungi Penerbit buku Nuansa Cendekia, Jln. Sukub Baru No. 23,
Ujungberung, Bandung 40619. E-mail: nuansa.cendekia@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar