Minggu, 27 Mei 2012

Buku Baru Soni Farid Maulana

Judul: Apresiasi dan Proses Kreatif Menulis Puisi
Penulis: Soni Farid Maulana
Pengantar: Maman S Mahayana
Penerbit: Nuansa Cendekia, Juni 2012
Tebal: 198 Hlm
ISBN: 978-602-8394-94-9
Harga: Rp 38.000


Beberapa Petikan Isi Buku:


DORONGAN hati menulis puisi, muncul dalam diri seorang penyair tidak datang begitu saja dari dunia tak dikenal, akan tetapi datang dari sebuah pengalaman, yang dihayatinya secara total. Pengalaman yang dimaksud ada kalanya disebut sebagai pengalaman puitik, yang sumbernya bisa berasal dari pengalaman fisik maupun dari pengalaman metafisik dalam pengertian yang seluas-luasnya.

Dalam mengungkap pengalamannya itu, seorang penyair bisa mengungkap hubungan dirinya dengan Tuhan, dengan sesama manusia, maupun dengan alam yang mengitarinya. Ketika pengalaman tersebut hendak diekspresikan dalam bentuk tulisan, maka hati dan pikiran seorang penyair dengan segera memilih sejumlah kosa kata dari sebuah bahasa yang dikuasainya dengan baik. Bahasa yang dimaksud adalah bahasa yang selama ini digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Entah itu bahasa Sunda, Indonesia, Inggris, Jerman, Perancis, Cina, Arab, dan bahasa-bahasa lainnya yang tumbuh dan berkembang di muka bumi.

Dalam mengekspresikan pengalaman batinnya itu ke dalam bentuk tulisan, tentu saja seorang penyair membutuhkan imajinasi, simbol, dan metafor sebagai kendaraan utamanya. Dan apa yang disebut dengan imajinasi sebagaimana dikatakan Yasraf Amir Piliang adalah mekanisme psikis dalam melihat, melukiskan, membayangkan, atau memvisualkan sesuatu di dalam struktur kesadaran, yang menghasilan sebuah citra (image) pada otak.

Kemampuan dalam membayangkan dan memvisualkan sesuatu itulah yang ditulis oleh seorang penyair dalam sebuah puisi, yang bahan dasarnya dikreasi dari sebuah pengalaman puitik yang dihayatinya secara total. Almarhum Rendra menyebutnya sebagai pengalaman batin yang telah dihancur leburkan terlebih dahulu, untuk kemudian dibentuk kembali menjadi dunia baru, dunia yang sama sekali beda dengan kenyataan hidup sehari-hari. Semua itu divisualkan lewat kata-kata yang telah dipilih oleh sang penyair secara sungguh-sungguh dalam sebuah puisi yang ditulisnya.....(Puisi, Dorongan Hati, dan Realitas Maya, halaman 21-22)


DALAM kehidupan manusia dewasa ini, bahasa tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai alat untuk mentransformasikan pikiran, gagasan, maupun perasaan-perasan estetik dalam sebuah teks, baik berupa karya sastra, esai, maupun teks lainnya, yang di dalamnya mengandung citra, majas, metafor, dan simbol. Adapun yang disebut teks dalam kaitan tersebut merupakan teks yang bertalian maknanya, dalam hal ini teks puisi.

Dalam konteks tersebut, jelas sudah, bahwa imajinasi mempunyai peran yang cukup penting dalam merealisasikan gagasan, ide, maupun perasaan estetik yang ditulis dalam karya sastra maupun teks-teks lainnya dengan tujuan agar si pembaca (penerima pesan) bisa memahami, menangkap dengan cepat akan isi pikiran, gagasan, maupun perasaan-perasaan estetik yang dipancarkan oleh teks yang tengah dibacanya  itu dengan penuh gairah. Berkaitan dengan itu,  secara umum yang disebut dengan imajinasi adalah daya untuk membentuk gambaran atau konsep mental yang secara langsung atau tidak langsung didapatkan dari sensansi pengindaraan, yang semua itu terekam dengan jelas dalam otak.

Sekali lagi, dengan tegas tadi disebutkan bahwa yang disebut dengan imajinasi adalah daya untuk membentuk gambaran. Lantas apa itu gambaran?  Yang dimaksud dengan gambaran dalam tulisan ini adalah sesuatu yang tengah terjadi dan dibayangkan bentuknya dalam kepala untuk kemudian dikonkretkan dan divisualkan dengan media kata-kata. Salah satu sarana untuk memvisualkan apa yang tengah kita bayangkan itu, antara lain lewat bahasa figuratif.

Daya membentuk gambaran itulah pokok soal dalam imajinasi. Oleh karena  itu proses mengimajinasikan sesuatu selalu merupakan proses membentuk gambaran tertentu, dan itu terjadi secara mental, yang didalamnya melibatkan persoalan-persoalan psikologis agar si pengirim dan penerima imajinasi bisa sejajar dalam gelombang yang sama sehingga transformasi ide, gagasan, perasaan-perasaan estetik bisa terkomunikasikan dengan baik.

Di dalam puisi, apa yang disebut dengan gaya bahasa, ungkapan, atau ungkara dalam bahasa Sunda, sering juga disebut semantik, yang posisinya ditulis dalam sebuah sintaksis, yang merujuk pada sebuah makna kata, bagian kalimat,  atau pada kalimat itu sendiri. Secara umum semua itu disebut majas. Dan apa yang disebut majas, sebagaimana dikatakan Jan van Luxemburg, Mieke Bal, dan Willem G. Weststeijn, secara garis besar dibagi dalam tiga bagian, yakni majas pertentangan, majas identitas atau majas analogi (bahasa figuratif), dan majas kedekatan.,.(Kerja Majas Dalam Puisidan Iklan, Halaman 43-44)


Dalam percakapannya dengan  penulis di rumah Herry Dim pada tahun 2006 lalu, Rendra mengatakan puisi Pertemuan Malam lahir ketika ia dalam keadaan sakit, yang antara sadar dan tidak sadar, dirinya melayang ke sebuah alam, yang disebutnya sebuah hutan. Di sana ia bertemu dengan orang-orang yang dicintainya, sebagaimana diungkap di atas. Pengalaman itu, kental dengan persoalan spiritual, dimana cinta tidak musnah disebabkan oleh kematian, meski yang satu hidup di alam yang ini dan yang lainnya hidup di alam sana.

“Puisi adalah penghayatan dari pengalaman. Karena itu, ia tidak bisa ditulis berdasar pada khayalan semata-mata seakan-akan kita mengalami peristiwa itu. Secara esensial lewat puisi tersebut saya ingin mengungkapkan pengalaman spiritual saya, bahwa kebutuhan manusia akan cinta nyata adanya. Cinta yang hakiki, yang bisa membuat manusia bahagia adalah cinta karena Allah, yang Insya Allah atas semua itu, Allah SWT akan membalasNya dengan rahmat dan karuniaNya yang melimpah ke dalam hati manusia, yang mencintai sesamanya dengan tulis ikhlas, karena Allah,” ujar Rendra. Ia tidak hanya dikenal sebagai penyair, tetapi juga sebagai teaterawan terkemuka di negeri ini, dengan sejumlah naskah drama yang ditulisnya. Puisi tersebut secara lengkap kita baca di bawah ini:... (Rendra, "Puisi Lahir dari Pengalaman yang Dihayati, Halaman 67-68)



Buku ini terdapat 14 esai yang isinya fokus pada apresiasi karya puisi para penyair ternama. Di antara karya penyair tersebut adalah. Amir Hamzah, Chairil Anwar, Ws Rendra, Remy Sylado, Wing Kardjo, Saiki KM, Arifin C Noor, Acep Zamzam Noor, Oka Rusmini, Sinta Ridwan, Dorothea Rosa Herliany dan masih banyak lagi.

Sebagai seorang penyair dan wartawan, Soni Farid Maulana memiliki pandangan yang luas disertai kemampuan menulis esai yang berpijak kaidah jurnalistik. Setiap esai mengupas karya para penyair secara simple namun akurat. Simpel artinya berdasarkan pemilihan objek-objek karya yang layak diapresiasi dengan mengedepankan akurasi penilaian. Itulah mengapa buku ini sangat cocok untuk kelompok pembaca seperti sastrawan pemula, pelajar, mahasiswa, serta guru-guru bahasa dan sastra Indonesia.

Melalui buku ini, pembaca, selain diajarkan untuk menilai karya puisi, juga memiliki nilai manfaat praktis sebagai panduan berkarya. Soni memberikan panduan yang tepat untuk pembaca untuk sebuah proses kreatif menulis puisi. Sebuah buku yang memperkaya khasanah kesusastraan nasional dan karena ini sangat baik dijadikan modul pembelajaran ruang sekolah.(Penerbit Buku Nuansa Cendekia)***


Bagi yang berminat membeli buku ini bisa inbox (facebook)  Rak Buku Soni atau langsung menghubungi Penerbit buku Nuansa Cendekia, Jln. Sukub Baru No. 23, Ujungberung, Bandung 40619. E-mail: nuansa.cendekia@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar