Soni Farid Maulana
Idul Fitri
fajar 1 syawal di ufuk timur
fajar yang basah oleh takbir dan tahmid.
adakah cahaya idul fitri
terbit lebih cerah dari cahaya matahari
dalam langit kalbuku sehitam arang?
di lapangan terbuka
sajadah demi sajadah umur
terhampar ke arah kiblat
basah oleh airmata
yang pedih ditinggal bulan puasa
bulan yang penuh rahmat
dan ampunan Allah ‘Azza Wajalla.
“wahai manusia
batas umur adalah kubur
adakah bulan puasa tahun ini
bukan hanya haus dan lapar
bagi kita yang menjalaninya
dengan penuh rasa syukur?”
suara itu jelas terdengar
ketika angin lembut pagi hari
menyisir rerumputan
takbir dan tahmid pun bergema
menggungcang ruang dalam
ruang dadaku yang kelam.
“wahai manusia
mengapa kau masih juga sibuk
dengan urusan keduniawian,
mengapa kau hardik fakir miskin
dari halaman rumahmu,
yang justru dengan itu
sesungguhnya ia tengah bekerja
memperindah puasamu. Sayang,
kau telah mengancurkannya
dengan kata-kata kasarmu!”
suara itu kembali terdengar
sesaat sebelum rakaat salat idul fitri
ditegakkan di atas sajadah umur
yang tidak hanya terhampar ke arah kiblat
tetapi juga menukik ke arah kubur
ke tepi waktu ke tepi salju. Dan aku,
tak kuasa berdiri tegak, betapa keropos
isi dadaku. “Amal macam apakah
yang aku jalanani selama ini, kotor
dan berdebu: di bulan puasa
yang mungkin tidak lagi aku jumpa
di tahun depan. Di tahun depan?”
sesaat hening menilam hening
alun takbir dan tahmid terdengar nyaring
dalam pengupinganku yang dalam
yang membangkitkan seluruh ingatanku
sehitam aspal jalanan. Cahaya alif,
betapa aku rindu selamanya
terpancar dari segenap rahmat
dan ampunan Allah ‘Azza Wajalla
melimpahi kalbuku, kalbu
umat Muhammad saw
di hari idul fitri
2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar